Karma Cinta Di Balkon (copas)
Acha baru saja selesai mandi dan keramas. Saat sedang berjalan
menuju balkon sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, tak sengaja ia
melihat seorang cowo asing di seberang balkon kamarnya. Matanya membulat saat
melihat cowo itu membuka kausnya dan sekarang bertelanjang dada. Merasa ada
yang memperhatikan, cowo itu menoleh ke sebelah kanan tepat dimana Acha berada
di kamar seberang. Dan beberapa detik setelah itu…
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!” Acha dan cowo itu berteriak
secara bersamaan.
“Eh, lo ngintip ya?” hardik cowo itu keras.
Glekk, Acha menelan ludahnya dan mecoba untuk menetralisir
hatinya yang sedang gugup karena kepergok mengintip cowo itu.
“Gu-gue? Enak aja! Lo tuh yang gak punya sopan santun. Udah tau
kamar ada balkonnya. Masih aja salin deket situ. Semua orang juga bisa liat
kali!” Balas Acha tak kalah keras.
“Alah, ngaku aja deh semua cewe khan emang sama. Liat cowo cakep
dikit, langsung matanya gak nahan pengen keluar.”
“Heh lo!! Punya mulut dijaga ya, jangan sembarangan ngomong.
Asal lo tau ya, gak akan ada cewe yang mau sama cowo yang songongnya setengah
mati kaya lo. Dan lo inget! Gue bukan cewe sembarangan!!”
“Oh ya? Gak percaya banget gue. Buktinya tadi ngintipin gue.”
“Lo gak ngerti ya tadi gue ngomong apa? Ini tuh balkon! Dan
salah lo sendiri ngapain buka baju di deket balkon.”
“Alah, ngeles lagi!”
“Sarap lo! Terserah!” Hardik Acha.
BLAMMM. Acha menutup pintu yang memisahkan kamar dan balkonnya
dengan keras dan membuat cowo itu sedikit tersentak. Entah kaget karena ucapan
Acha, Suara pintu balkon Acha, atau dua-duanya.
“Bukan cewe sembarangan? Masa sih?” cibirnya.
Sementara itu…
Selesai melakukan adegan keras-membanting pintu-, dengan muka
merah padam menahan amarah, Acha berbaring sejenak di Bed-nya yang serba biru-warna
kesukaannya-.
“Kurang ajar banget tuh cowo. Belum tau gue ya? Seenak jidatnya
nuduh gue kaya cewe-cewe kaya di luar sana. Awas aja dia bilang gitu lagi. Gue
bogem aja kali ya.”
Selesai berkata demikian, ia mulai membuka notebook birunya dan
mulai berselancar di dunia maya untuk melampiaskan amarahnya kepada siapapun
yang mau mengomen statusnya di facebook ataupun mereply statusnya di twitter.
Dia, Acha. Nama panjangnya Raissa Arif. Gadis cantik nan manis
ini mempunyai dua buah lesung pipi yang terpeta jelas di pipinya dan jelas
menambah poin plus di wajahnya. Walaupun demikian, Acha terlahir sebagai anak
yang cukup tomboy. Maklum, dia menjadi satu-satunya anak perempuan diantara dua
kakak laki-lakinya, Riko dan Sion. Acha sangat dekat dengan kedua kakaknya,
terutama Sion. Karena memang jaraknya hanya terpatut satu tahun tahun. Dia
sekarang duduk di kelas XI di SMA Bina Bangsa. Sementara Sion sudah duduk di
kelas XII SMA yang sama. Dan riko, sudah kuliah semester ke-3. Karena saking
dekatnya dengan kedua kakaknya, sejak kecil Acha hampir selalu mengikuti
kemanapun kedua abangnya pergi. Mulai dari bermain kelereng, mobil-mobilan,
perang-perangan khas anak kecil, termasuk bermain bola ataupun basket ketika
sudah menginjak SMP dengan teman-teman kakaknya di lapangan kompleks rumahnya.
Tak heran, dia menjadi tomboy seperti sekarang. Mengenai cowo tadi, dia
tetangga baru Acha. Dan rupanya Acha belum tahu soal itu.
**
Seorang gadis manis tengah melintasi koridor sekolahnya menuju
kelasnya yang terletak di ujung koridor tersebut. Sepanjang jalan, dia selalu
melemparkan kepada siapa saja yang menyapanya.
“Achaaaaaaaaa!” Merasa ada yang memanggilnya, gadis itu menoleh.
Ya, dia Acha. Dan yang memanggilnya itu adalah sahabat karibnya sejak SMP.
“Apaan Fy? Kebiasaan deh jerat-jerit gak jelas.” Temannya itu
hanya bisa menampakkan deretan gigi putihnya alias nyengir.
“Gue khan gak akan heboh kaya gini kalau gak ada hal penting
yang mesti dibicarain.”
“Hal penting apaan? Pasti Rio khan? Gue udah tau kali.”
“Yeee! Lo sok tau banget sih! Dengerin makanya. Ntar di Sekolah
kita ada murid baru loh. Katanya sih cakep. Semoga masuk kelas kita. Amin.”
“Udah? Gitu doang? Itu mah gak penting Alyssa Saufika Umari!!”
“Ihh, lo kebiasaan banget. Kalau ngomongin cowo cakep langsung anti.
Padahal mainnya sama cowo mulu.”
“Beda lah. Gue pan Cuma main. Gak pake cinta-cintaan.”
“Jelas aja sampe sekarang lo gak laku. Hahaha. Cantik-cantik,
gak laku.” Ejek Ify. Kontan, hal itu membuat mata Acha melotot.
“Apa lo bilang? Gak laku? Biarin. Emang lo, sama Rio mulu. Gue
yang liat aja bosen.”
“Alah, ngeles aja lo bisanya.”
“Biarin. Wekkk!”
Dan sepanjang perjalanan menuju kelas diisi dengan aksi saling
mengejek diantara dua sahabat ini…
**
“Selamat pagi anak-anak. Hari ini kalian akan mempunyai temen
baru. Ayo silahkan masuk.” Baru saja memasuki kelas Bu Winda langsung berkata
demikian tanpa memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjawab sapaan yang
dilontarkannya. Tak lama kemudian seorang cowo tampan berambut semi-gondrong
terlihat memasuki kelas menuju tempat dimana Bu Winda sedang berdiri.
“Silahkan perkenalkan dirimu.” Perintah Bu Winda.
“Hai Guys! Nama gue Muhammad Raynald Prasetya. Panggil aja gue
Ray.” Ujarnya singkat.
Sedangkan di salah satu sudut kelas tersebut…
“Chaaaaaaaaa! Lo kudu liat ke depan. Ada cowo cakep banget!
Sumpah! Kalau gak inget udah punya Rio, udah gue embat tuh!!!” Ify berkoar-koar
pelan tepat di telinga Acha.
Dengan malas acha mendongakkan kepalanya yang sedari tadi ia
telungkupkan karena ia memang tak menyukai Bu Winda. Lebih tepat pelajaran yang
Bu Winda ajarkan. Matematika.
Seketika matanya membulat melihat seseorang yang tengah berdiri
di depan kelasnya. ‘Dia? Kok bisa disini sih? Apa gue mimpi..’ batinnya.
“Fy, dia siapa?”
“Namanya Ray, Cha! Kenapa naksir ya?”
Acha mengabaikan pertanyaan Ify dan masih saja bergelut dengan
pikirannya hingga tak menyadari bahwa seseorang yang sedang melintas di otaknya
rupanya sudah berpindah tempat dan duduk manis tepat di belakangnya.
“Lo lagi…” sebuah suara lembut membuat Acha kembali ke alam
sadarnya. Dan ketika Acha memutuskan untuk menoleh ke asal suara yang berada
tepat di belakangnya seraut wajah angkuh menyambutnya.
“Emang kenapa? Keberatan? Suruh siapa lo masuk sini.” Acha
merasa tersinggung dengan ucapan Ray.
“Kalau tau ini Sekolah lo, gue gak akan masuk sini.” Tandas Ray.
Acha hanya bisa mendengus kesal menghadapi makhluk baru di
kelasnya itu. ‘sabar Cha, cuma satu tahun aja kok. Semoga aja pas kelas XII gue
beda kelas.’ Acha membatin. Acha memutuskan untuk menyimak Bu Winda saja
daripada harus bertarung batin memikirkan Ray.
Saat istirahat pertama…
“Cha, gue mau ke kantin sama Shilla, lo ikut nggak?” Tanya Ify.
“Nggak deh, lagi males gue.” Jawab Acha singkat.
“Oh, ya udah. Gue tinggal ya.” Acha hanya mengangguk saja.
“Jadi nama lo Acha ya? Lumayan bagus juga.”
Acha melongo mendengar sebuah pernyataan yang keluar dari
seseorang di belakangnya. ‘Apaan sih? Udah jutek, ngomen nama gue lagi. Itu
nama bagus tau. Apa dia bilang? Lumayan?’
“Mau lo apa sih? Dari kemaren kayanya seneng banget bikin gue
kesel!” Sungut Acha.
“Oh ya? Gue bikin lo kesel ya? Upss, ma’af! Tapi itu ganjaran
buat orang yang udah ngintipin orang salin!” sahut Ray.
Acha yang tak tahan langsung menggebrak meja dan pergi keluar
kelas. Sementara itu, Ray hanya tersenyum tipis melihatnya pergi.
**
Acha sudah kesal setengah mati sama Ray, dan dia memutuskan
untuk tidur dan menenangkan dirinya di ruangan sejuk ber-AC. Tempat dimana
hanya segelintir siswa saja yang mau mengunjunginya. Yap, perpustakaan. Sampai
bel pulang berbunyi dia masih saja terlelap. Dan hal itu tentu saja membuat Ify
kebingungan setengah mati mencari keberadaannya.
Akhirnya dia memutuskan untuk meng-sms sahabatnya itu karena dia
sudah dijemput oleh Mang Udin, supirnya.
To : Achantik
Cha, gue pulang duluan ya. Udh dijemput
abisnya. Barang2 lo udh gue beresin. Tas lo ada di kelas. See you yaaa cantik!
Acha terbangun setelah merasakan getaran hpnya. Setelah membaca
sms dari Ify, ia bergegas keluar menuju kelasnya. ‘Untung perpus belum tutup.
Kalau udah ditutup, bisa nginep gue di sini. Gara-gara Ray!’ Batinnya.
Dengan mata merah karena baru terjaga dari tidurnya dan raut
muka kesal, Acha memasuki kelas dan mendapati tasnya yang teronggok di
bangkunya. Setelah memastikan tak ada yang ketinggalan, dia langsung berjalan
menuju pintu kelas. Saat melangkah keluar kelas, hampir saja dia terjerembab
saking kagetnya melihat orang yang ada di depannya. Acha ingin langsung
menyemprot orang tersebut saat mengetahui Ray orangnya. Tapi, karena sudah
lelah dan ingin segera pulang, Acha mencoba untuk mengontrol emosinya.
“Ray? Ngapain lo masih di sini? Bukannya Sekolah udah bubaran
dari tadi ya?”
“Terserah gue dong. Gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja apa
nggak setelah tadi kabur abis marah sama gue.”
“Oh, baguslah kalau lo masih punya hati. Makasih! Sekarang lo
minggir, karena gue udah mau pulang.”
Baru saja Acha berjalan lima langkah, Ray berkata lagi…
“Eh, l-lo mau bareng gue nggak?” tanyanya gugup.
“Nggak usah, makasih tawarannya.” Jawab Acha dan langsung mengambil
langkah seribu menuju gerbang, tempat dimana Bang Sion udah nunggu setelah
sebelumnya dia meng-sms abang kesayangannya itu.
“Cewek keras kepala.” Gumam Ray.
**
Seems like everybody’s got a price
I wonder how they sleep at night
When the sale comes first and the truth comes second
Just stop for a minute and smile
Why is everybody so serious?
Acting so damn mysterious
You got your shades on your eyes and your heels so high
That you can’t even have a good time
Everybody look to their left
Everybody look to their right
Can you feel that? Yeah
We’ll pay them with love tonight
It’s not about the money, money, money
We don’t need your money, money, money
We just wanna make the world dance
Forget about the price tag
Ain’t about the cha-ching, cha-ching
Ain’t about the ba-bling, ba-bling
Wanna make the world dance
Forget about the price tag
I wonder how they sleep at night
When the sale comes first and the truth comes second
Just stop for a minute and smile
Why is everybody so serious?
Acting so damn mysterious
You got your shades on your eyes and your heels so high
That you can’t even have a good time
Everybody look to their left
Everybody look to their right
Can you feel that? Yeah
We’ll pay them with love tonight
It’s not about the money, money, money
We don’t need your money, money, money
We just wanna make the world dance
Forget about the price tag
Ain’t about the cha-ching, cha-ching
Ain’t about the ba-bling, ba-bling
Wanna make the world dance
Forget about the price tag
Suara merdu Acha yang diiringi oleh permainan gitarnya terdengar
begitu indah. Hampir setiap malam, ia selalu menyempatkan diri untuk menekuni
hobinya ini. Bermain gitar dan bernyanyi ditemani langit yang bertaburan banyak
bintang biasa ia lakukan di atas kursi yang tersedia di balkonnya. Tentu saja,
ia tidak akan melakukannya disaat hujan dengan petir menggelegar. Menurutnya,
dengan bernyanyi seperti ini tidak akan membuat orang lain merasa terganggu.
Dan sepertinya ia lupa dengan tetangga barunya yang menurutnya menyebalkan itu.
Hingga Acha tak sadar bahwa Ray sudah mengamatinya sejak ia mulai menyanyikan
baris pertama lagu favoritnya itu.
“Emm, suara lo bagus juga.”
Acha mengalihkan perhatiannya dari gitarnya dan mencari suara
siapa barusan itu. Seketika pandangannya terhenti pada sesosok cowo tampan di
seberang. ‘Astaga, gue lupa kalau rumah seberang udah ada penghuninya.’
Batinnya.
“Se-sejak kapan lo di situ?” Tanya Acha kemudian.
“Sejak lo nyanyi lah. Khan gue bilang suara lo bagus.”
GLEK. Acha menelan ludah menahan rasa malunya. Sebelumnya, dia
tidak pernah bernyanyi di depan orang lain, apalagi cowo. Kecuali
abang-abangnya tentu saja. Bahkan, Ify hanya sekali melihatnya bernyanyi.
“M-makasih.” Setelah lama terdiam, akhirnya hanya itu yang mampu
dia ucapkan.
“Sama-sama. Gak nyangka lo bisa nyanyi, main gitar lagi. Makin
cantik keliatannya.” Ujar Ray jujur. Tentu saja, itu membuat Acha blushing.
Karena ia memang belum pernah dipuji cowo sebelumnya. Ya, karena Acha memang
tidak pernah tertarik untuk jauh lebih dekat dengan cowo. ‘Untung saja ini
malem! Kalau nggak, pasti gue udah ketauan pipi gue merah karena dia puji.’
“Haha, malu dia. Biasa aja kali.”
“Ye, siapa juga malu! Biasa aja juga dong.” Balas Acha mengelak.
“Kebiasaan deh. Lo gak pernah mau kalah.”
“Biarin. Eh, lo baru pindah ya?”
“Iya. Kenapa? Seneng khan punya tetangga cakep kaya gue?” Jawab
dan Tanya Ray.
“PD banget lo! Gue khan Cuma nanya.”
“Lagian, udah tau gue baru. Masih aja ditanyain. Bilang aja mau
kenalan lebih deket. Iya khan?”
“Ah, terserah lo deh. Gue lagi gak mood debat sama loe. Gue
masuk dulu!”
BLAMM!!!
Dan ini sudah kedua kalinya Acha membanting pintu di depan Ray.
Dan dengan alasan yang sama : dongkol.
“Apa sih maunya? Baru aja bikin pipi gue merah karena malu. Eh,
yang ini bikin pipi gue merah karena gue kesel sama dia!”
Setelah meletakkan gitar ke tempatnya, Acha langsung menuju
kasurnya dan berbaring di sana. Dia pindahan dari mana sih? Dia tetangga gue,
dan sampai saat ini gue Cuma tau namanya. Itu pun nama pendeknya doang. Ray.
Ahh, besok gue tanyain mama aja.” Dan setelah itu dia mulai mencoba untuk
memejamkan matanya.
---
“Pagi maaaaaa.” Ucap Acha lalu mengecup pipi mamanya yang lagi
memasak nasi goreng di dapur.
“Pagi cantik! Semangat banget.”
“Woyya dong ma. Khan biar tambah cantik. Eh ma. Kita punya
tetangga baru ya? Dari mana?” tanyanya hati-hati.
“Oh, iya. Mama lupa bilang. Iya sayang, mereka keluarga
Prasetya. Kemaren sore, anak bungsu mereka, namanya Ray nemenin mama nyiram
bunga loh. Dia ke rumah kita. Ngasih brownies sama ngajak kenalan mama.”
“HAH? Dia kesini?”
“Iya.. Kenapa sih? Kok kaget gitu. Anaknya baik deh, cakep
banget lagi. Nama panjangnya kalau gak salah Muhammad Raynald Prsetya. Ayah
sama bundanya kerja di Rumah Sakit Kota tuh Cha. Jadi dokter. Keren ya!
Kakaknya namanya Cakka Nuraga Prasetya. Ganteng juga loh, dia sempet gabung
sebentar. Eh ya, katanya ray sekelas sama kamu ya?”
“Ah-eh, i-iya ma…” ucap Acha terbata-bata karena baru tersadar
setelah mendengar rentetan panjang kata-kata yang keluar dari mulut mamanya.
‘kok mama hafal banget sih?’ batinnya heran.
“Wah, bagus dong. Nih, nasi gorengnya udah siap. Kamu bawain
buat Ray ya. Pasti mamanya gak sempet masak kecuali hari libur. Nih.” Ujar
mamanya sembari menyodorkan sekotal bekal yang dia siapkan untuk Ray.
“Yah, mama. Acha khan belum kenal-kenal banget. Malu dong suruh
ngasih beginian.”
“Aduh, makanya. Biar lebih kenal lagi. Anaknya baik kok.” ‘Cih?
Baik? Nyebelin iya..’ Ucap Acha dalam hati.
“Halo, pagiiiiiiiii semua!” Sion berkoar-koar tepat di telinga
Acha.
“Berisik lo kak!”
“Hehe, peace Cha! Kotak bekal buat siapa tuh? Buat gue ya?”
“Bukan, buat Ray!”
“Lo udah kenal Ray? Bagus dong. Kemaren habis nemenin mama nyiram
bunga, dia tanding basket lawan gue. Jago banget Cha!”
“Gak Tanya.” Ujar Acha singkat.
Sion hanya bisa mencibir melihat tingkah adiknya.
“Ya udah, ayo! Gue buru-buru. Ma, aku berangkat dulu ya. Beli
makan di Sekolah aja.”
“Ya udah, jangan lupa sarapan di Sekolah.”
“Iya. Ayo Cha, buruan. Bengong aja lo!”
“Aelah kak, baru aja jam enem lebih lima belas!!”
“Bodo, buruannnnnn!”
**
Acha baru saja menginjakkan kaki di koridor sekolahnya dengan
langkah gontai. ‘Bang Sion apa-apaan sih, ini khan masih pagi. Pasti dia keburu
main basket ama Kak Rio. Gimana nasib gue? Sendirian di kelas sepagi ini?
Hiiii.’ Memikirkannya saja membuat Acha bergidik ngeri. Ia berharap ada
temannya yang sedang rajin mungkin mau datang pagi kali ini.
Dan harapannya terkabul… Namun, bukan teman-teman yang dia
harapkan yang sudah berada di kelas saat ini. Melainkan Ray…
“Hufh. Kenapa harus dia sih?” Acha bergumam sangat pelan agar
Ray yang sedang menelungkupkan kepalanya itu tak mendengar suaranya.
“Ngomong apa lo tadi?” Acha tersentak mendengar suara Ray yang
tiba-tiba sedikit terdengar ‘membentak’.
“Ngg-nggak kok. Gue gak ngomong apa-apa.”
“Gak usah bohong deh. Gue denger kali..”
“Sorry Ray. Gu-gue gak bermaksud.” Lirih Acha sambil menunduk.
Tampaknya dia merasa sangat bersalah.
“…” Ray tidak merespon perkataan Acha barusan. Dia hanya menatap
Acha tajam mencoba mencari tahu apa yang sekarang ada di pikiran gadis yang
saat ini masih saja menunduk. Lalu, ia melihat Acha bergerak merogoh sesuatu di
dalam tasnya. Dan Ray mengernyit heran saat sebuah kotak makan diangsurkan Acha
untuknya.
“Buat gue?” Tanyanya.
“Iya, dari Mama.” Jawab Acha singkat.
“Oh, thanks.”
“Emm, sekali lagi gue minta ma’af ya Ray. Bukannya gue gak
pengen ada lo di sini. Tapi, gue males aja kalau harus berdebat lagi sama lo.”
“Iya, gak papa kok. Btw, enak banget nasi gorengnya. Kebetulan
gue belum sarapan.” Ujar Ray yang rupanya sudah mulai memasukkan satu semi satu
suapan nasi gorengnya.
“Lo udah sarapan belum Cha? Kalau belum sini gue suapin.
Hahaha.” Lanjut Ray dengan sedikit candaan berharap Acha tak kagok lagi
dengannya. Tanpa Ray sadari, ucapannya barusan membuat Acha malu dan pipinya
bersemu merah kembali seperti semalam saat Ray memujinya. Untuk itu ia segera
saja menuju tempat duduknya dan pura-pura menyibukkan diri dengan membaca buku
Matematika yang merupakan pelajaran yang paling dibencinya.
Satu persatu penghuni kelas mulai berdatangan, termasuk Ify. Dan
itu membuat Acha berbafas lega karena ia tak perlu lagi berduaan dengan Ray.
Saat ia tengah asyik berbincang-bincang dengan Ify, tiba-tiba ada seseorang
yang mendekati meja keduanya.
“Fy, Cha, lo berdua dipanggil Kak Debo ke ruang OSIS.” Ujar
Deva, salah satu teman sekelas mereka.
“Oke, thanks ya Beloooo.” Ujar Ify.
“Apaan Fy? Mata gue bagus tau!” elak Deva.
“Hehe, iya deh. Yuk Cha.”
Acha dan Ify memang baru saja terpilih sebagai Sekretaris dan
Bendahara OSIS. Dimana Acha sebagai sekretarisnya, dan Ify sebagai bendahara.
Dan Kak Debo yang disebutkan deva tadi adalah Ketua OSIS mereka. Dan saat ini
mereka tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan pensi sekolah mereka yang akan
diadakan bulan depan.
---
Acha baru saja keluar dari ruang OSIS setelah selesai rapat
ketika menerima sms dari abangnya kalau Bang Sion tak bisa pulang bersamanya.
Teman-temannya yang lain udah pada pulang termasuk Ify yang udah dijemput.
“Hufh, gue pulang sama siapa dong?” Gumamnya.
“Sama gue aja.” Ujar seseorang di belakangnya. Lantas, ia
menoleh ke belakang dan mendapati Ray sedang berdiri menatapnya.
“Sekalian gue mau ngucapin makasih ke nyokap lo.” Lanjut Ray.
“Iya deh.” Kata Acha akhirnya. ‘Lumayan, tumpangan gratis.
Hahaha.’ Acha tertawa di dalam hatinya.
Dan ia membiarkan kakinya melangkah mengikuti Ray menuju
parkiran. Setelah sampai di parkiran.
“Sorry ya, gue gak bawa helm dua. Gue gak tau kalau akhirnya lo
nebeng gue.”
“Hah? Gak papa kok. Emang kenapa kalau gue gak pake helm?”
“Emm… Biasanya khan cewe-cewe ngomel kalau rambutnya berantakan
ntar pas kena angin.”
“Haha, lo masih mikir gue cewe begituan? Nggak kale, biasa aja.”
“Oke, ayo naik.” Perintah Ray. Dengan perlahan, Acha naik ke
cagiva hitam Ray. Bukan karena ia takut jatuh, namun ia masih sedikit kikuk
jika harus berduaan dengan Ray.
“Gak mau pegangan ke gue?” Tanya Ray.
“Nggak usah.” Jawab Acha singkat. Ray yang mendengarnya hanya bisa
tersenyum tipis. “Bukan cewe sembarangan.’ Batinnya.
Selama perjalanan menuju rumahnya, Acha hanya bisa berdo’a agar
tidak ada sesuatu yang terjadi atau Ray tidak terlalu ngebut yang membuatnya
akan memeluk Ray secara tiba-tiba seperti adegan dalam sinetron-sinetron atau
cerita di novel-novel yang sering dibacanya. Setelah motor Ray berhenti tepat
di depan rumahnya, ia langsung saja turun sebelum Ray mempersilahkannya.
“Masuk aja Ray. Motor lo parkir di dalem aja. Biar aman.”
“Gak usah, di sini aja.”
“Kalau ilang gimana? Gue gak mau tanggung jawab pokoknya.”
“Bawel banget sih, ayo masuk.” Ujar Ray sembari mendahului Acha.
“Ish, yang punya rumah gue apa dia sih?” sungut Acha.
**
“Assalamualaikum. Maaaaaaaaaaaaa, Acha pulang.”
“Waalaikumsalam. Acha, kok teriak-teriak gitu sih. Ehh, ada nak
Ray toh. Kok gak bilang mau mampir? Tau gitu tante masakin lagi deh yang
enak-enak.”
“Hehe, gak usah tante. Makasih banyak tante buat nasi gorengnya.
Enak bangettt.”
“Oh ya? Kirain gak dikasih sama Acha. Tadi dia malu katanya
ngasih ke kamu.” Mata Acha membulat mendengar perkataan mamanya yang terlalu,
ehm. Jujur.
“Ih, mama. Acha ke atas dulu.”
“Loh? Ray gak ditemenin?”
“GAK!! Sama mama aja.” Teriak Acha dari lantai atas.
“Aduh, ma’af ya Ray. Acha emang gitu.”
“Gak papa kok tante.”
“Ya udah. Temenin tante ngobrol di ruang tamu yuk.”
“Boleh………..”
Sementara itu.
“Mama apaan sih. Gak usah terlalu jujur gitu dong. Gue khan jadi
tambah malu. Ahhh. Ray juga! Orang itu punya dua sisi kayanya. Kadang nyebelin
banget! Tapi, dia udah beberapa kali bikin pipi gue merah. Hehehe. Lah? Kok gue
jadi kaya gini? Jalan aja ah. Sama siapa ya?” Acha mulai membuka kontak
handphonenya, dan setelah menemukan sebuah nama yang menurutnya pas, dia
menekan tombol berwarna hijau di hapenyaa.
“Halo kak.. Temenin Acha jalan-jalan kaya
biasa yaa? Jam 4? Oke, see you kak.”
Setelah mengakhiri percakapannya, Acha bergegas mandi dan
bersiap-siap sebelum orang yang ditelponnya tadi datang untuk menjemputnya.
---
“Mau kemana Cha? Cantik bener.” Sapa mamanya ketika papasan di
teras rumah. Acha yang saat itu mengenakan dress selutut berwarna biru dan flat
shoes dengan warna yang senada dengan bajunya memang terlihat sangat cantik.
Acha menutup mulutnya kembali yang sebelumnya akan menjawab
pertanyaan mamanya ketika melihat Ray yang masih mengenakan seragam Sekolah
menemani mamanya mengobrol ria. ‘Dia belum pulang?’
“Eh… Aku mau jalan ma..”
“Sama siapa?”
TIINNNN-TIINNNN. Bunyi klakson sepeda motor mengalihkan
pandangan mereka semua menuju pintu gerbang.
“I-itu sama Kak Ozy maa..”
“Oh, ya udah. Hati-hati. Cepet sana, kasian Ozy ngunggu lama
ntar.”
“Iya ma.” Acha egera berlari kecil dimana seseorang yang bernama
Kak Ozy itu menunggunya. Setelah memberikan senyum sapaan pada mama Acha, Ozy
segera menjalankan motornya menuju Mall favorit Acha.
Sementara itu….
“Ozy itu siapa tante?” Tanya Ray.
“Oh, dia temen deket Acha. Kenapa?” Tanya Mama Acha. ‘Kenapa gue
jadi sakit begini, gak mungkin gue jatuh cinta sama diaaa….’
“Gak papa tante. Oya, Ray pamit dulu yaa. Makasih udah nemenin
Ray. Besok-besok Ray pasti main lagi kesini.”
“Beneran loh ya? Ya udah, ntar salamin buat Ayah sama Bundamu ya.”
“Beneran loh ya? Ya udah, ntar salamin buat Ayah sama Bundamu ya.”
“Sip. Assalamualaikum tante.”
“Waalaikumsalam.”
**
Acha membuka pintu balkon kamarnya setelah baru saja makan malam
bersama keluarganya. Dan saat itu dia mendapati Ray tengah menatap langit. Atau
lebih tepatnya menatap bintang-bintang yang memang lagi ‘berserakan’ di
angkasa. Tampaknya, dia belum menyadari keberadaan Acha.
“Haiii.” Sapa Acha.
“Eh, hai. Udah lama di situ?” Tanya Ray.
“Nggak kok, gue baru aja.”
“Udah pulang?”
“Hah? Eh, iya.”
“Dia siapa Cha?”
“Siapa?”
“Yang tadi pergi sama lo.”
“Oh, Kak Ozy. Temen gue. Beda Sekolah tapi sama kita.”
“Ooo.” Ray hanya bisa membulatkan mulutnya.
“Kirain pacar lo.”
“Hahaha, nggak kok. Oya, lo pindahan dari mana sih?”
“Bandung.” Jawab Ray singkat.
“Kenapa pindah?”
“Ikut nyokap-bokap gue Cha.”
“Oooo.”
“Cha, ge boleh Tanya?”
“Hemm.”
“Lo udah pernah pacaran?”
“Belum.” Ujar Acha singkat.
“Kenapa?”
“Gak papa kok. Gak pernah mikirin itu gue.”
“Tapi, khan pasti banyak yang naksir lo.”
“Kok bisa?”
“Lo khan… cantik. Kebanyakan cowo khan liat cewe cantik langsung
embat.”
“Lo juga cowo, jangan bilang gue mau lo embat.”
“Idih, narsis banget lo. Nggak ya, gue pan udah punya cewe.”
‘DEGG, kenapa gue begini?’ batin Acha.
“Hahaha, nggak kok. Becanda. Lo main bengong aja. Baru aja gue
bilang udah punya pacar. Gimana kalau gue udah punya istri. Pingsan kali lo.”
“GAK LUCU.” Bentak Acha. Dia udah malu duluan abisnya. Dan lagi
masih sedih, Acha jadi pengen nangis. ‘Gimana kalau itu beneran….’
“Iya-iya. Dih, lo cemburu ya? Hayo ngaku!”
“Nggak. Gue masuk dulu ya Ray. See you tomorrow ya.” Suara Acha
terdengar seperti orang mau nangis di telinga Ray.
“Kok suaranya kaya orang nangis. Gue salah ngomong lagi ya?”
**
Acha semakin sibuk akhir-akhir ini. Acara pensi Sekolah sudah
tinggal tiga hari lagi. Biasanya acara ini dimanfaatkan para cewe untuk tampil
secantik-cantiknya apalagi bagi mereka yang memiliki pasangan yang bersekolah
di sini. Namun, karena Acha tidak memiliki kekasih jadi dia tidak terlalu
mempersiapkan apayng akan dikenaknnya nanti pas pensi tiba. Untungnya, acara
ini tidak mewajibkan yang hadir secara berpasangan, kalau nggak… gak tau deh.
Saat ini Acha tengah beristirahat di tempat duduk melingkar di
bawah pohon rindang yang ada di halaman depan Sekolahnya setelah beberapa jam
sibuk berkutat dengan berbagai laporan dan proposal di ruang OSIS.
“Haiiiiii cantik.” Sebuah suara menyapanya. Dan dia, Ray…
“Hai Ray.”
“Ngapain di sini? Capek nggak? Nih gue bawain minum.”
“Lagi istirahat. Makasih…” Acha tak dapat menyamarkan pipinya
yang mulai memerah akibat ulah Ray ini. Dia mulai meneguk cepat es jeruk yang
Ray sodorkan kepadanya.
“Pelan-pelan dong.” Ujar Ray sambil mengacak pelan rambut Acha.
‘Udah dong Rayyy! Berhenti bikin pipi gue merah.’ Acha menjerit dalam hati.
“Cha, mau nggak jadi pasangan gue di pensi ntar? Gak wajib sih…
Kalau gak mau gak papa kok.” Kata Ray to the point. ‘Whattt? Ray ngajakin gue?
Gue harus bilang apa ini?’
“Gimana Cha?”
“Iyaa, gue mau kok…” Kata Acha akhirnya. Dan itu membuat Ray
tersenyum seraya mengacak rambut Acha lagi. Tetapi, kali ini cukup membuat
rambut Acha berantakan.
“RAYYY! Rambut gue! Berantakan nih.” Acha jadi manyun
semanyun-manyunnya(?).
“Galak bener sih. Tetep Achantik kok.”
“Awas lo yaaa!”
“Weekkkk.
Ntar gue ke rumah lo yaaaaaa.” Teriak Ray yang
sudah berlari menuju kelasnya.

“Ya ampun, gue kenapa ini? Ahhh, jangan sampe. Dia khan kadang
nyebelin. Tapi, kadang bikin gue ngefly. Tau ah.”
---
Acha membanting pintu kamarnya, menguncinya, melompat ke
kasurnya, dan menangis sejadi-jadinya sambil memeluk gulingnya. Suara teriakan
mamanya dan ketukan pintu bertubi-tubi tidak juga dihiraukannya. Sampai malam
pun, ia tidak juga membuka keluar dari kamarnya. Dan itu tentu saja membuat
mamanya khawatir setengah mati. Mamanya langsung pergi ke rumah Ray untuk
bertanya apa yang membuat Acha menjadi begitu. Karena sebelumnya Acha
mengatakan Ray akan datang ke rumahnya.
Merasa ada getar di hapenya, Acha membukanya perlahan.
From : Ray
Achantik, kenapa sih? Cerita dong ama gue. Gue khawatir banget tau nggak.
“BEGO! Lo yang bikin gue begini RAYYYYYYYYY!”
Keesokan paginya..
Acha menuruni tangga rumahnya dengan langkah gontai. Sebelum
mamanya yang sudah histeris melihatnya berkata apapun, ia langsung memotongnya.
“Ma, aku gak papa kok. Kemaren Cuma capek aja. Jangan khawatir
ya. Aku berangkat Sekolah dulu. Daaah.”
Ia segera berlari keluar rumahnya untuk mencari taksi.
**
Malam pensi berjalan dengan lancar. Sejak hari itu, Acha tidak
pernah menanggapi Ray yang selalu mencoba mengajaknya bicara. Bahkan, Ray
terpaksa datang sendiri ke malam pensi, karena Acha rupanya memilih datang
bareng Ozy. Dan itu membuat Ray bertambah bingung dan sedih, juga cemburu……
Sehari setelahnya…
Sekolah sudah sepi, karena bel pulang sudah berbunyi sejak 20
menit yang lalu. Acha berjalan gontai sambil menunduk di koridor Sekolah
sehabis memberikan laporan kegiatan pada Debo. Saat ini yang ada di pikirannya
hanya Ray. Sebenarnya, ia juga tak mengerti kenapa dia jadi begini. Ini bukan
salah Ray, kenapa gue nyuekin dia… padahal gue udah kangen banget pengen
ngobrol lagi, biarpun gue harus nyolot-nyolotan kaya dulu. Mengingat saat Ray
membuatnya jengkel setengah mati, ataupun saat Ray beberapa kali membuat
pipinya merah karena pujian yang ia lontarkan, dan saat Ray mengusap dan
mengacak-ngacak rambutnya. Mengingat semua itu membuat Acha jadi pengen nangis…
Acha menghentikan langkahnya ketika seseorang yang tengah
berdiri mengahalangi jalannya.
“Permisi…” Lirih Acha.
“Cha, ngomong dong sama gue.” Acha mengenal suara ini. Suara
orang yang membuatnya benar-benar menangis. Ia tak tahan lagi, kedua telapak
tangannya ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang penuh air mata. Acha
merasakan sebuah rengkuhan hangat mendekapnya penuh kasih sayang.
“Cantik, kenapa sih? Gue khawatir banget tau nggak. Gue sedih
banget lo diemin gue. Dan bahkan gue gak tau kenapa lo kaya gini.” Acha
memutuskan melepas rangkulan Ray yang membuat Ray mengerutkan kening.
“ Kok dilepas? Udahan nih nangisnya? Galak-galak cengeng juga
ya?” Ledek Ray yang membuat Acha mau tak mau tertawa.
“Apaan sih? Gak jelas banget. Eh lo, kok gak bilang sih kalau
udah punya pacar. Nyebelin.” Sakit. Itulah yang Acha rasakan sewaktu
mengatakannya.
“Iya, pacar. Cewe yang lo boncengin pas lo akhirnya gak jadi ke
rumah gue.”
“Kak Agni? Ya ampun, dia itu cewe kak Cakka, kakak gue. Waktu
itu gue mau nganterin dia ke studio Kak Cakka. Kakak gue khan nge-band.”
“Berarti… gue salah sangka dong.”
“Ohhhhhhh…. Jadi ini yang buat putri cantik gue galau ya? Sampe
bikin gue ikut-ikutan galau. Kalau cinta bilang aja, gak usah dipendem gitu
kali.” Ujar Ray sambil mencubit kedua pipi Acha gemas.
“Ray, sakit tau! Siapa juga gue cinta sama lo! Ngarep banget
deh.”
“Ya udah kalau gak mau ngaku. Gue tunggu aja, pasti akhirnya
ngaku juga. Cih, gue tau deh.”
“Sumpah ya, lo orang terPD yang pernah gue kenal.”
“Masa sih? Ya udah, yuk ah pulang. Bareng gue ya. Jangan lupa
peluk pas gue bonceng ntar.” Ujar Ray sambil merangkul Acha menuju parkiran.
“Errrr, terserah!”
**
Malamnya…
Acha menatap bintang-bintang di atas sana sembari tersenyum
lebar mengingat kejadian di Sekolah tadi. Kamar Ray terlihat gelap. Gak ada
tanda-tanda penghuninya ada di sana.
“Ray kemana ya?” gumam Acha risau.
Tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang memeluknya dari
belakang dan menumpukan dagunya di bahu kanan Acha.
“Eh..” ucap Acha kaget.
“Lagi nyari penghuni kamar seberang ya? Orangnya lagi meluk cewe
cantik tuh. Jangan cemburu ya.” Untuk kesekian kalinya Acha dibuat blushing
sama Ray.
“Ray, jangan bikin pipi gue merah lagi!”
“Haha, biarin. Gue suka kok. Cantik, ngadep gue dong.”
“NGGAK MAU!” Tegas Acha sambil menggelengkan kepalanya. ‘Pasti
gue tambah diledekin deh.’ Lanjut Acha dalam hati.
Ray melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Acha sehingga
menghadap kepadanya. Lalu ia meletakkan kedua tangan Acha melingkar di
pundaknya. Dan, ia pun memeluk erat pinggang Acha. Perlahan, ia memajukan
kepalanya dan mengecup pipi kiri Acha selama beberapa detik.
“Achantik, mau nggak jadi pacar aku?”
“Kamu nembak aku?”
“Menurut kamu?”
“Hihihi, geli deh. Ini pertama kalinya aku ditembak cowo.”
“Udah galak, norak lagi. Cepetan deh jawab! Aku udah jantungan
dari tadi.”
CUUUP. Acha mengecup pipi kanan Ray cepat.
“Itu balasan yang tadi. Sekaligus jawabannya.”
“Jadi?”
“I’m Yours, baby…” ucap Acha sambil tersenyum manis.
“I’m Yours, baby…” ucap Acha sambil tersenyum manis.
“Sadar gak sih? Kita ketemu pertama di balkon ini. Sempat
berantem di balkon ini. Jadian juga di balkon.” Lnjut Acha.
“Haha, karma kali.” Ujar Ray.
“Kamu yang selalu cari gara-gara.”
“Yeeee, nyalahin orang lagi. Orang sendirinya galak gak
ketulungan.”
“Biarin, tapi kamu suka khan?” goda Acha.
“Nggak tuh.”
“Ih, Ray.”
“Iya-iya. Aku bukan hanya suka. Aku sayaaaaaang banget sama
achantik.”
Coin Casino No Deposit Bonus Codes 2021 | Casinoowed.com
BalasHapusLearn more about Coin Casino no deposit 바카라사이트 bonus codes & sign up offers right here. Read 인카지노 our detailed review, how to claim the no งานออนไลน์ deposit bonus.